Selasa, 21 Juni 2011

Kronologi Surat Palsu Mahkamah Konstitusi

Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Janedri M Jafar, membeberkan kronologi pengiriman surat palsu kepada Panja Mafia Pemilu.

Menurutnya, awalnya KPU mengirim faks kepada MK tertanggal 14 Agustus 2009 dan meminta penjelasan terhadap putusan MK mengenai perolehan suara Partai Hanura Dapil Sulsel I.

"Surat KPU yang melalui faks tersebut diterima pertama kali melalui Masyhuri Hasan yang pada saat itu bekerja di ruangan staf panitera MK," ujar Janedjri saat Rapat Konsultasi dengan Panja Mafia Pemilu di DPR RI, Jakarta, Selasa malam.

Panitera MK, Zainal Harifin Husin, kata dia, berdiskusi dengan Masyhuri untuk membahas jawaban dan selanjutnya peserta diskusi bertambah satu orang dengan bergabungnya panitera pengganti MK bernama Muhamad Fais.

Janedjri melanjutkan, setelah selesai mendiskusikan materi jawaban, panitera MK membuat konsep surat jawaban dengan dibantu pengetikannya oleh Masyhuri Hasan. Sedangkan Fais atas perintah panitera MK membuat nota dinas panitera MK.

"Nota dinas panitera MK ditujukan kepada Ketua MK, merupakan pengantar surat jawaban panitera MK. Namun, tidak sempat dikirimkan kepada Ketua MK karena pada malam itu Ketua MK sedang di luar kantor," kata Janedjri.

Janedjri menambahkan, Sabtu 15 Agustus 2009, panitera MK datang ke kantor sekitar pukul 13.00 WIB, di ruang panitera hanya ada Masyhuri dan panitera. Ketika tengah bekerja, Hasan diminta panitera untuk mencari putusan MK No. 84 dan setelah mendapatkan itu diserahkan ke panitera MK.

"Pada hari itu juga panitera MK dihubungi hakim Arsyad melalui telepon. Dalam hubungan telpon tersebut Arsyad menanyakan apakah putusan tentang Dapil Sulsel I adalah penambahan, panitera MK menjawab itu bukan penambahan," ujar Janedjri.

Minggu, kata dia, yakni 16 Agustus 2009, sore menjelang magrib ketika Hasan di kantor, ia ditelepon oleh Nesya yang merupakan putri kandung hakim MK Arsyad Sanusi. Nesya menyampaikan Hasan diminta oleh Arsyad untuk datang ke apartemennya di bilangan Kemayoran.

Hasan kemudian, meng-copy surat jawaban panitera MK yang dibuat tanggal 14 Agustus 2009 dalam sebuah file tersendiri. Selanjutnya, Hasan mencetaknya menggunakan printer kantor.

"Oleh Hasan, konsep jawaban surat itu diberi tanggal 14 Agustus 2009 dan diberi nomor surat 112 dengan tulisan tangan. Kemudian Hasan menuliskan nomor surat tersebut di buku penomoran surat, tetapi tidak memberi tanggal surat di nomor tersebut. Alasan Hasan menulis sendiri karena sekretaris panitera MK tidak masuk pada hari itu," kata Janedjri.

"Ini sudah dilakukan oleh Hasan dan kami punya bukti-bukti buku arsip ekspedisi dia sendiri yang menulis," tambah Janedjri.

Menurut pengakuan Hasan, Janedjri menambahkan, surat itu tidak ada tanda tangan panitera MK, namun berdasarkan bukti yang diperoleh tim investigasi, yang bersangkutan mencangkok kop di komputer yang digunakan oleh Masyhuri.

Masyhuri mempunyai file tanda tangan panitera MK yang berasal dari user name yang sama dengan nomor induk Masyuri Hasan.

"Isi file ttd panitera MK adalah scan tanda tangan panitera MK, Zainal Arifin Husin. Surat yang dibuat Masyhuri selain sudah diberi nomor dan tanggal surat dengan tulis tangan juga sudah dicantumkan tanda tangan panitera MK yang didapatkan scan ttd panitera MK," kata Janedjri.

Setelah itu, Hasan pergi keluar kantor menuju apartemen hakim Arsyad di Kemayoran. "Di sana ternyata ada Dewi Yasin Limpo," kata Janedjri.

Selanjutnya, Hasan menyerahkan konsep jawaban panitera MK tersebut kepada Arsyad.

Esoknya, kata dia, Hasan sempat ditanyai oleh Arsyad melalui pembicaraan telpon mengenai apakah putusan MK untuk Partai Hanura di Dapil Sulsel I adalah penambahan. Dalam jawabanya, panitera menegaskan kembali bahwa itu bukan penambahan. Arsyad kemudian mengatakan Dewi Yasin Limpo ingin bertemu dengan panitera MK.

"Panitera sudah berusaha menghindar untuk bertemu dan menyarankan untuk bertemu di kantor saat jam kerja. Namun tidak berapa lama kemudian, Dewi Yasin Limpo menelpon panitera MK dan berkata ingin menemui panitera MK. Tapi panitera MK menolak," kata Janedjri.

Kemudian sekitar pukul 20.00 WIB, panitera MK kedatangan tamu di rumahnya, di kompleks pegawai MK di Bekasi. Tamu itu adalah Dewi Yasin Limpo.

"Mereka berbincang di ruang tamu. Pada intinya, Ibu Dewi Yasin Limpo meminta tolong kepada panitera MK agar surat jawaban yang dibuat panitera MK ada kata penambahan, tapi panitera MK menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Panitera MK mengaku tidak mengenal Dewi Yasin Limpo dan bertemu baru sekali itu," kata Janedjri.